MEMAHAMI HADITS
BERDASARKAN ASBABUL WURUD
Asbabul Wurud adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab
Nabi menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menuturkan itu. Pembagian
Asbabul Wurud : ada hadits yang mempunyai sebab disabdakan dan ada hadits yang
tidak mempunyai sebab-sebab disabdakan. (1) Hadits yang mempunyai sebab
disebutkan dalam hadits itu sendiri. Misalnya hadits yang timbul karena
pertanyaan Jibril kepada Nabi SAW tentang pengertian Islam, Iman, dan Ihsan.
(2) Hadits yang sebab tidak disebutkan dalam hadits tersebut tetapi disebutkan
pada jalan (thuruq) hadits yang lain, misalnya : hadits yang menerangkan shalat
yang paling utama bagi wanita adalah di rumah kecuali shalat fardhu.
Dan untuk sampai kepada pemahaman hadis yang benar salah satu caranya yaitu dengan mengetahui asbabul wurud (sebab-sebab turunnya hadits). Ini sangat penting, khususnya bagi para pemuda yang baru belajar hadits, tapi sudah bergaya seperti para Imam, untuk kemudian berfatwa atau menghukumi perbuatan orang lain hanya dengan melihat matan (isi) hadits, tanpa mau menengok sebab-sebab turunnya hadits serta pendapat para ahli ilmu dan ahli fikih yang diakui dunia Islam. Yaitu para ulama yang jauh dari para raja dan para penguasa zhalim. Karena mereka hanya takut kepada Allah SWT. (Innama yakhsyallaha min ‘ibaadihil ‘ulamaa’).
Asbabul
Wurud ditentukan oleh beberapa hal : (1) Ada ayat al-Qur'an yang perlu
diterjemahkan Rasulullah. Fungsi hadits sebagai
Tafsirul Qur'an bis Sunnah). (2) Ada
matan hadits yang masih perlu dijelaskan oleh Rasulullah. Hadits yang dijelaskan itu merupakan sababul wurud
dari hadits berikutnya. (3) Ada peristiwa yang timbul yang perlu dijelaskan
oleh Rasulullah. (4) Ada masalah atau pertanyaan dari para sahabat. Ulama yang
mula-mula menyusun kitab mengenai asbabul wurud adalah Abu Hafsah al-'Akbari
(380-456 H). As-Suyuthi - karyanya berjudul "al-Muma' fi Asb
al-Hadits" 5. Urgensi Asbabul Wurud : dapat membantu atau menolong dalam
memahami hadits secara benar. Jika hadits tidak diketahui asbabul wurudnya, akan
mengaburkan pemikiran seseorang dalam memahamai hadits, bahkan bisa salah sama
sekali. Misalnya sebuah hadits yang berbunyi : "Barang
siapa menyerupai kaum maka termasuk golongan mereka"
Menurut Muh.Zuhri, hadits ini pernah dipahami, karena penjajah orang
kafir itu bercelana panjang dan berdasi, maka orang Islam yang berpakaian
semacam itu termasuk kafir, berdasarkan hadits tersebut.
Dalam hadist yang di riwayatkan al Bukhari dari Al Bara’
bin Azib, dijelaskan bahwa Rasulullah pernah bersabda: ‘Masuk Islamlah kamu
kemudian berperanglah!’
Jika kita tidak mengetahui latar belakang di ucapkannya
hadis ini, kemungkinan kita akan berkesimpulan salah. Pertama kita akan
berkesimpulan: begitulah Islam. Suka berperang, ajarannya berat.
Kedua, jika tidak berani berperang, tidak usah masuk Islam. Hal lain,
kita tidak tahu kepada siapa sebenarnya perintah itu di tujukan. Tetapi
selatelah kita mengetahui latarbelakangnya, ternyata kesimpulan di atas
salah. Akibat salah menarik kesimpulan, pengamalannya pun pasti akan
salah.
Orang yang membaca hadits tersebut akan berkesimpulan bahwa Islam agama yang suka perang. Jika tidak mau berperang maka tidak perlu masuk Islam. Atau tugas utama orang setelah masuk Islam adalah berperang. Pemahaman ini tentu sangat jauh dari makna hadits tersebut. Untuk itu kita perlu mengetahui sebab turunnya hadits tersebut. Yaitu pada suatu peperangan ada seorang laki-laki menemui beliau dan berkata, “ Ya Rasulullah aku akan berperang kemudian baru masuk Islam. “Lalu beliau menjawab, “Masuk Islamlah kemudian berperang.“ Kemudian dia loncat ke medan perang dan terbunuh. Lalu Rasulullah bersabda, “Dia beramal sedikit namun diberi pahala banyak. “
Senada dengan tersebut Al Bara mengatakan bahwa ternyata
hadist tersebut diucapkan Rasulullah karena saat itu timbul peristiwa.
Yaitu peristiwa datangnya seorang laki laki menemui beliau, katanya: “Ya
Rasulullah, aku akan berperang kemudian barulah aku masuk Islam”. Kata
Rasulullah: “Masuk Islamlah, kemudian berperang” Akhirnya orang tersebut
masuk Islam dan kemudian pergi berperang dan terbunuh di sana.
Menyaksikan kejadian itu, Rasulullah bersabda: “Dia beramal sedikit namun di
beri pahala banyak”
Peristiwa yang melatarbelakangi timbulnya hadist Rasul
ini di sebut Sababul Wurud atau istilah jamaknya Asbabul Wurud. Dengan
mengetahui Sababul Wurud suatu hadis kemungkinan salah menyimpulkan kandungan
hadist akan leibh teratasi. Dan tentu saja pengamalan dan
penterapannyapun akan lebih tepat. Asbabul wurud dalam Al Hadist sama halnya dengan
Asbabun Nuzul dalam Al Quran. Mengingat betapa pentingnya kedua Asbab
ini, banyak ulama yang mengikhlaskan dirinya menggeluti kedua bidang ini
sehingga baik Asbabun Nuzul maupun Asbabaun Wurud menjadi sebagian atau cabang
ilmu dalam Agama Islam.
Al Hadist dilihat dari segi Asbabul Wurud atau sebab
sebab timbulnya di tentukan oleh beberapa hal:
1.
Ada ayat Al Quran yang perlu di jelaskan Rasulullah sebab
salah satu fungsi al Hadist adalah tafsir dari Al Quran (Tafsirul Quran
bis Sunnah)
2.
Ada Matan hadist yang masih perlu di jelaskan oleh
Rasulullah. Hadist yang di jelaskannya itu sekaligus merupakan
Sababul Wurud dari hadist berikutnya.
3.
Ada peristiwa yang timbu l yang perlu diulas oleh
Rasulullah
4.
Ada masalah atau pertanyaan para shabat.
Namun ada pula matan
hadits yang timbul tanpa Sababul Wurud atau timbul dengan sendirinya. Sabda
Rasulullah, “Sesungguhnya kehadiranku merupakan rahmat Allah dan aku bertugas
memberikan petunjuk” dan “Kasihanilah siapa saja yang ada di muka bumi, niscaya
akan mengasihani semua yang ada di langit”. Yakni berpegang teguhlah kepada
akhlaqul kharimah yang sebenarnya menjadi tujuan kita semua agar masyarakat
umum juga berjalan di atas prinsip itu. Dan justru pada sunnah
itulah kita akan mendapatkan ajakan yang menuju kea rah itu dengan contoh
contoh yang mencakup semua aspek. Karena sesungguhnya sunnah adalah:
·
Sunnah adalah seluruh prilaku Nabi Muhammad yang
berisi ajakan dengan cara yang baik dan bijaksana menuju keluhuran budi pekerti
ummat manusia
·
Sunnah adalah ajakan kepada seorang pedagang agar ia
menjadi pedagang yang jujur yang kelak dapat berkumpul bersama para Nabi,
Syuhada dan Shadiqin
·
Sunnah adalah himbauan kepada pekerja agar ia meyakini
tugas pekerjaan yang diembannya sebab Allah mencintai orang yang bekerja dengan
penuh keyakinan dan ketekunan.
·
Sunnah adalah ajakan kepada seluruh umat manusia agar
menunaikan amanat dengan sebaik baiknya sebab tidak ada iman bagi orang yang
tidak memiliki amanat. Juga mengajak kepada kebenaran, karena
saat seseorang berlaku benar, Allah akan menetapkannya sebagai seorang
yang benar di sisinya.
·
Sunnah mengajak manusia bernaung di bawah rahmat
Islam, ajaran yang dibawa Rasulullah.
Sunnah Rasul dalam da’wahnya selalu memperingatkan
peranan umat Islam, bahwa peranannya adalah sebagai khalifah yang seharusnya
menampilkan sifat sifat kepemimpinan utama dan keteladanan yang baik. Rasulullah
merupakan sosok atau kehidupan yang menggambarkan tentang prinsip prinsip
kemanusiaan, perilaku yang telah di gariskan dan disukai Allah yang harus
diteladani umat manusia.
Menyadari kedudukan As Sunnah yang demikian tinggi dan
mulia, maka para ulama yang memperoleh cahaya kebenaran, setiap masa, berusaha
bersungguh sungguh mempelajari dan mengajarkan Sunnah, melaksanakan dan menyampaikan
prinsip-prinsip akhlaq mulia yang diterangkan di dalamnya. Para ulama ahli
sunnah mengetahui dan menyadari fungsi mereka. Oleh sebaba itu
mereka bersikap zuhud terhadap kehidupan dunia sementara manusia saling berebut
rebutan. Mereka, yakni ulama-ulama Sunnah tidak tertarik menumpuk- numpuk harta
kekayaan karena kekhidmatan mereka terhadap agama. Mereka menghindar dari
gaya hidup berfoya foya karena ingin menanamkan benih benih akhlaqul
kharimah. Mereka menjauhi kemegahan kekuasaan dan kebesaran yang diberikan
Allah kepada yang dikehendakiNya dan dicabut dari siapa yang di
kehendakiNya. Mereka sabar dalam menempuh kehidupan, sabar beramal dan
beribadah. Mereka giat bekerja di siang hari, tekun beribadah di malam
hari mencari ridha Allah dan RasulNya.
Diantara contoh yang ingin kami ketengahkan yang sesuai
dengan gambaran di atas, misalnya Imam Ahmad bin Hambal. Dia seorang
Muhaddist yang menerapkan gambaran yang sebenar benarnya apa yang ada pada diri
Rasulullah terutama masalah akhlak. Sirah atau perjalanan hidup Imam Ahmad
merupakan contoh paling jelas dari seorang yang berpegang teguh terhadap apa
yang diyakini benar, dan sekaligus kesabarannya dalam mencapai dan menyampaikan
kebenaran.
Contoh lain, Imam Bukhari dan yang lainnya yang jiwanya
selalu haus akan sunnah, perilakunya senantiasa memperlihatkan contoh
perilaku utama dari akhlaqul karimah. Contoh utama akhlaqul karimah tsb.
Selalu bertujuan membentengi diri dari perangai dan perilaku jahat yang selalu
dihembuskan syetan pada setiap keadaan. Dia selalu berusaha memisahkan orang
dari keutamaan dan kebenaran agar terperosok ke dalam tarikan hawa nafsu dan
kesesatan.
Jika keteladanan akhlak utama ini sirna, maka manusia
akan kehilangan harga dirinya, kehilangan sesuatau yang dapat menenangkan jiwanya
serta kehilangan kepercayaan kepada dan dari orang lain. Betapa sunnah Rasul
telah berhasil mendidik orang-orang. Hal ini merupakan kekhususan tabiat
sunnah itu sendiri di mana kemanusiaan telah dapat menyaksikan ketinggian,
kejujuran dan kekuatan mereka yang terdidik oleh sunnah Rasul.
Imam Ahmad, Imam Al Bukhari dan Amirul Mukminin dalam al
Hadist, seperti Imam Sufyan Ats Tsauri dan lain lainnya merupakan mercu suar
yang menerangi umat menuju keluhuran budi.
Jika demikian halnya, tidak boleh tidak, mutlak
diperlukannya usaha menyiarkan sunnah, upaya memperbanyak orang orang yang haus
terhadap sunnah, orang orang yang menjadikannya menjadi pola hidupnya.
Alhasil, sunnah harus di dimasyarakatkan, sunnah harus di sebarkan agar
menjiwai kemanusiaan. Sunnah harus mewarnai peradaban, Sunnah harus
disebarkan untuk memperkaya perbendaharaan kata dalam Bahasa.
Untuk itu marilah kita lihat contoh lain memahami hadits dengan melihat asbabul wurudnya.
“Angkatlah rumah itu ke langit dan mintalah kepada Allah kelapangan rizki. “
(HR Thabrani, isnadnya hasan). Orang yang tidak melihat sebab turunnya hadits. maka ia
menduga bahwa Rasulullah menyuruh agar kita mengangkat rumat ke langit. Ini tentu tidak
mungkin dan tidak masuk akal. Bagaimana mungkin rumah bisa diangkat ke langit.?
Sababul wurudnya adalah ketika Khalid bertanya kepada Rasulullah, “Aku mengeluh kepada Rasulullah tentang kesempitan hidup dan kemiskinan. “ Sabda beliau, “Angkatlah rumah itu ke langit……“
Maksudnya adalah suasana rumah harus diciptakan sedemikian rupa supaya tidak terasa sumpek baik fisik maupun non fisik. Karena kita tidak mungkin menggangkat rumah sampai langit.
Hadits lainnya, “ Sesungguhnya perempuan itu menghadap dalam rupa syetan dan membelakangi
dengan rupa syetan. Maka bila salah seorang kamu melihat perempuan,
lalu ia mengagumi kecantikannya, maka hendaklah ia mendatangi istrinya, karena sesungguhnya
hal itu akan mengembalikan sesuatu yang ada pada dirinya.“ (HR Muslim, Ahmad,
Abu Daud adan Nasaa’i).
Membaca dhahir hadits kita akan berkesimpulan alangkah malangnya nasib wanita yang
disamakan dengan syetan. Padahal maknanya tentu sangat jauh dari dhahirnya (arti teksnya).
Karena sebab turunnya hadits tersebut adalah pada suatu saat Nabi melihat seorang wanita,
maka beliau segera mendatangi istrinya Zainab, lalu beliau menunaikan hasratnya kepada istrinya.
Kemudian beliau menemui sahabat-sahabatnya dan bersabda seperti bunyi hadits tersebut.Sehingga maknanya bahwa kecantikan wanita itu dapat menimbulkan gairah atau nafsu seksual yang
mengarah kepada kemaksiyatan. Sebagaimana halnya syetan yang mengajak kepada perbuatan maksiyat, keji dan munkar. Jadi maknanya wajah wanita dalam rupa syetan hanyalah majaz (tamsil) bukan makna hakiki. Sebab kecantikannya dapat menggoda kita. Karena itu Rasulullah menyuruh
agar segera kembali kepada istrinya agar tidak tergoda oleh wanita lain.
“Sesungguhnya anak itu menimbulkan sifat bakhil, menakutkan, membodohkan dan
menyedihkan. “ (HR Hakim, Thabarani, Imam Adz Dzahabi dan Al Iraqi menyatakan
sanadnya shahih). Sababul wurudnya adalah Rasulullah menggendong Hasan (cucunya)
lalu beliau menciuminya dan bersabda seperti itu. Maksudnya bahwa anak atau cucu
bisa melalaikan, menyebabkan cinta dunia dan melupakan akherat.
Demikianlah salah satu cara memahami hadits.
Yaitu dengan melihat sebab-sebab turunnya hadits